Halaman

Minggu, 05 Mei 2013

Sebuah catatan untuk seorang Ibu



Ibu hari ini engkau berulang tahun, tentu senang rasanya bila saja anakmu ini ada didekatmu. Maafkan anakmu yg tak mampu memberikan apa-apa, anakmu ini hanya mampu memberikan panjatan do'a bagimu melalui Tuhan yg aku percaya selalu ada bagi setiap manusia di muka bumi ini.
Ketahuilah Ibuku sayang, aku sedang berusaha sekuat tenaga untuk dapat membahagiakan dirimu seorang, tentunya selain menjadi orang yg berguna bagi lingkungan, teman dan sekitarnya. Aku ingin menjadi seorang anak yg kelak dapat kau banggakan karena aku mampu berdiri di atas kakiku sendiri. Selama ini aku memang jarang pulang tuk menemuimu, dan kau pun tahu itu sejak dulu ketika aku masih remaja aku memang seorang yg keras hati, apapun yg kuimpikan akan aku raih entah bagaimana caranya. Dan kini masih ada beberapa mimpi yg ingin aku jadikan kenyataan di kota yg penuh dengan budaya dan kesenian ini. Di kota ini aku memupuk mimpi bersama teman-teman seperjuangan dan seorang yg kini entah apa gerangan yg sedang terjadi kepadanya hingga ia perlahan mulai menjauhiku.
Aku selalu teringat akan petuah-petuah yg engkau berikan, memang tak mudah membangun mimpi bahkan terkadang seseorang pun terlelap dalam mimpi panjang dan enggan tuk membuka mata.
Tuhan dimanapun kau berada tolong lindungi ibu hambamu ini, berikanlah ia umur yg panjang agar dapat menyaksikan anaknya berhasil membangun mimpi-mimpi yg kerap ia panjatkan dalam doa sebelum tidur.
Dan untuk ayahku tercinta yg kini sudah berada disisiMu kupanjatkan pula do'a yg selalu kutitipkan apabila aku sedang mendekatkan diriku kepadaMu. Ampunilah dosa-dosanya atas segala kesalahan yg telah ia perbuat semasa hidupnya. Sampaikan salamku padanya. Ingatkan aku agar selalu mengunjungi pusara beliau ya Tuhan, aku tak ingin melupakannya. Dia telah mendidikku sebagaimana aku sekarang ini. Walaupun terkadang keras, namun aku tahu bahwa apa yg dilakukannya adalah yg terbaik bagi aku anak laki-laki pertamanya. Ia mengingatkanku bahwa dunia seorang lelaki itu berat dan keras, jalan bagi seorang lelaki tidaklah semudah jalan seorang perempuan. walaupun keduanya memiliki peranan penting dalam kehidupan yg penuh dengan irama ini. Tapi setidaknya itulah kenyataannya.
Sekali lagi aku ucapkan selamat ulang tahun wahai ibuku tercinta, doaku selalu menyertaimu...


Sabtu, 04 Mei 2013

Suatu senja di bulan Mei

Sore itu berselimut hujan, dingin dan basah sudah sepatuku, sepatu usang yg menemaniku sejak lama dan kini sengaja aku bawa ke kota ini. ya, sore itu selepas berkesenian bersama teman-teman yg akan mengadakan pentas kolaborasi budaya bersama sebuah sekolah negeri di kota ini aku pun memutuskan untuk mampir sejenak ke tempat dirimu.

Setelah menunggu hujan agak reda di depan sekolah yg sudah sepi itu, kupacu sepeda motorku lambat-lambat karena jalan licin dan karet hitam bundar bagian belakang roda ini sudah mulai menipis, daya cengkeramnya pun otomatis berkurang. Dengan berkerudung jas hujan aku tiba ditempatmu. Rupanya kamu sedang istirahat, mungkin melepas lelah setelah belajar seharian penuh. Aku tahu dirimu dalam hal itu. Aku pun duduk di tempat yg biasa aku tempati bilamana sedang bertandang ke tempatmu. Tak berapa lama kau keluar sambil membawa handuk dipundakmu hanya berdiri menatapku penuh curiga, sambil bertanya "Mau apa kamu kemari?"

Nada dalam suara kamu masih saja mengandung kebencian yg mendalam dan aku tahu itu. Entah kesalahan apa yg telah kuperbuat hingga membuat dirimu begitu membenci aku. Hingga detik ini pun aku masih sayang padamu. Tak pernah sedikit pun berkurang rasa cintaku padamu walaupun kamu perlakukan aku seperti ini.
Tahukah kamu Aku menangis saat itu, engkau yg dulu kukenal kini bagai orang asing bagiku. Tak lagi kurasakan keramahanmu, senyumanmu. Menangis mungkin bagi semua orang merupakan hal yg cengeng, tapi sungguh aku tak secengeng itu, hanya saja dalam keadaan basah kuyup seperti itu kau pun enggan tuk menawarkan handuk hanya tuk mengeringkan air di wajahku. Bahkan ketika aku ingin beranjak pulang pun aku meminta izin padamu tuk menggunakan tempatmu agar aku dapat bercengkrama dengan Tuhan barang sejenak. Kau pun bilang "Kamarku berantakan!" dengan nada ketus, aku hanya butuh jawaban boleh atau tidak, lagi kau menjawab dengan kalimat yg sama hingga ketiga kalinya kau menyuruhku mencari Masjid. Baik, aku mengerti akan hal itu maka aku akan pulang. Pulang dalam keadaan hati menangis. Aku benci pertengkaran itu sebabnya kenapa aku lebih banyak diam daripada menambah kisruh suasana. Aku memilih diam karena aku memiliki penyakit yg kuderita sejak lama bilamana aku pemarah mungkin aku takkan dapat bertahan lebih lama lagi. ya, sesuatu telah menggerogoti bagian dalam tubuhku. jujur aku tak sanggup menahan semua beban hidup ini. Aku hanya manusia biasa, yang kadang memang melakukan kesalahan dan aku tahu kesalahan itu hanya bagian dari pembelajaranku tentang artinya hidup. Aku belajar dari kesalahan itu dan kini aku ingin memperbaiki diriku agar kelak aku tak ingin membuatmu kecewa, marah , sedih hingga membuatmu menangis.

Mungkin Tuhan memberikan ini sebagai cobaan hidupku, baiklah aku akan terus berjuang sampai aku tak mampu lagi.
Ingat itu baik-baik, Tuhan...
Aku akan terus berjuang aku tak perduli butuh waktu berapa lama 'tuk meyakinkan dirinya...
Aku tetap akan mencoba, Tuhan....
Sampai kapan pun.....
Ingat itu baik-baik

Aku sayang sama kamu, tapi kesalahpahaman kita dan ketidaktahuan kamu terhadap yang kurasakan; membuat segalanya abu-abu.
Yang kita butuhkan adalah saling merindukan, bukan rindu yang dirasakan sendirian.


Kamis, 02 Mei 2013

Masih ada Sastra di antara kita

"The apple tree that grew for you and me,
I watched the apples falling one by one.
And I recall the moment of them all,
The day I kissed your cheek and you were mine.
Don't ask me why, but time has passed us by,
Some one else moved in from far away."
First of May - The BeeGees


Malam ini aku begitu bersyukur padamu Tuhan walaupun aku dalam keadaan yg tidak begitu sehat, namun aku masih dapat merasakan betapa dingin malam ini tiada lagi aku rasa, rasa sakit yg mendera sebelumnya terasa sirna. Ia hilang sebentar untuk membiarkanku menikmati malam bersama denganmu. Kamu yg selama ini selalu dalam hatiku mengajakku keluar mengunjungi sebuah acara sastra. Ya, sastra. Sebuah kata yg langsung membawaku ke masa silam, dimana kata itu menyimpan sebuah kisah termanis dalam hidupku. Kisah antara aku dan kamu saat beberapa tahun silam yg selalu ingin kuulang kembali saat-saat itu.
Ketika tiba di lokasi ternyata acara belum mulai. Para penggiatnya sedang memasang lampu dan menyiapkan segala keperluan untuk pesta sastra malam ini. Aku pun memutuskan untuk mengajaknya berjalan keluar dari areal itu menghampiri kedai siomay yg ada di ujung jalan.
Acara baru saja dimulai tak lama setelah kami datang setelah berjalan dari kedai siomay tadi, kami pun mencari tempat duduk, nampaknya masih sepi malam itu. Malam ini Sastra berpesta bersama aku dan kamu, tak luput juga para penggiatnya yg beragam. Ada yg datang dari berbagai kota di pulau ini. Semua berbagi kemesraan dengan malam di sebuah amphi teater kecil dengan tempat duduk yg melingkar mengelilinginya setengah lingkaran.
Udara yg dingin meliuk-liuk seiring dengan alunan musik yg mengiringi puisi sang penyair, segelas kopi panas pun mulai kutuang ke dalam gelas plastik dari sebuah gerobak angkringan setelah sebelumnya kami sedikit menghangatkan tubuh dengan teh jahe. Arena teater itu terletak di ruang terbuka. Tak ada atap yg menaungi sehingga nampak jelas bintang-bintang bertaburan begitu indahnya di atas cakrawala. Dibelakangnya nampak berjenjang rumah penduduk menjadi sebuah background panggung yg sederhana dengan sebuah tembok tua bekas bangunan Taman Sari di masa lampau yg begitu megah seakan menunjukkan besarnya masa lalu sebuah kerajaan yg tak jauh dari tempat kami berada.
Tak lama kemudian sang pembawa acara pun menjelaskan sedikit sejarah dari tempat ini sebelum memulai acara. Para pengisi acara pun mulai datang dan siap-siap maju ke tengah arena begitu namanya dipanggil oleh si pembawa acara. Acara diawali dengan membedah buku yg bertemakan Kiri dengan tiga orang pembedah yg masing-masing sudah siap dengan buku ditangan. Oh ya, ada 10 buku yg akan dibedah malam ini. Mulai dari Novel terjemahan, kumpulan Cerpen dan Puisi hingga buku ttg perjalanan seorang penulis yg mengunjungi negara-negara di Eropa.
Kami pun berjumpa dengan beberapa sahabat yg datang malam ini yg ikut larut dalam obrolan hangat seputar sastra. Tampak beberapa pengunjung terlihat bercengkrama dengan sesama pengunjung yg entah sudah kenal atau baru berkenalan pada saat itu, atau baru bertemu kembali di acara tersebut. Semua menjadikan hangat suasana malam itu. Kami pun demikian.
Waktu pun semakin menjemput malam, seakan memberi isyarat akan kehangatan yg kurasakan sebentar lagi akan berakhir dengan mengantarkanmu pulang. Ya, malam itu ternyata masih ada sastra diantara kita berdua entah kamu merasakan atau tidak, aku hanya ingin menuliskannya disini bahwa aku masih mengingat masa-masa indah itu. Masa dimana jarak kita masih berjauhan terpisah oleh pulau besar negeri ini.
Tak lama sebelum acara selesai pun kami memutuskan untuk segera pulang karena sudah larut malam. Aku pun mengantarkanmu dengan seribu bahasa dalam kalbuku, bahasa yg entah kau mengerti entah tidak. Seperti biasa aku pun masih menatapmu sampai engkau benar-benar hilang dari pandanganku dan masuk ke rumah itu meninggalkan kusendiri melangkah pulang berteman dinginnya angin malam. Dan sastra pun mulai menari di dalam hatiku ini mengiringi jalan pulang tuk kembali mengenang rinduku padamu.
Selamat malam sastra, ijinkanlah aku bermimpi malam ini dengannya.......sampaikan salamku untuk Berniewati yg selalu memelukmu dengan hangat dan tak pernah lelah tuk tersenyum kepadamu.
:)