Halaman

Jumat, 24 Januari 2014

Sebuah Catatan dari Sahabat

Beberapa waktu yg lalu  saya bertemu dengan kawan lama dari Jakarta ketika dia berkunjung ke Jogja. Ia menghubungi saya sewaktu sedang berada di Malioboro. Agak kaget juga saya mendapat telepon dari sahabat yg telah lama tak berjumpa ini, tiba-tiba saja seakan semesta menyampaikan rindu saya akan kampung halaman yg jauh di ujung pulau Jawa ini dengan kehadirannya. Banyak hal yang kami bicarakan mulai dari kabar, hidup dan tentang pekerjaan. Tak lupa kami berbicara tentang masa lalu saat masih bermain musik bersama-sama sambil menyeruput segelas kopi yg saya beli dari warung angkringan tak jauh dari tempat kami duduk. Rupanya ruang dan waktu tak mengurangi keakraban kami di tengah padatnya orang yg berjalan lalu lalang di sekeliling kami. Mulai dari penjaja makanan dan minuman sampai ke pengamen jalanan yg tak henti-hentinya bernyanyi sambil berkeliling dari satu bangku ke bangku lainnya. Ya, senja itu suasana Titik Nol KM memang ramai akan manusia yg berjalan hilir-mudik entah ke mana tujuannya.
Pembicaraan pun diawali dengan biasa saja, ada satu hal yg tak berubah dari dia. Penampilannya masih seperti dulu ketika saya masih sering bercengkrama bersamanya, rambut gondrong dan berkaos hitam. Dandanan ala rocker-rocker era 80-an. Dia memang seorang pemain gitar yg sangat konsisten dengan permainannya, dari dulu hingga sekarang masih suka memainkan lagu-lagu klasik rock macam Deep Purple, Queen, Van Hallen dsb, hingga mempengaruhi gaya hidup serta penampilannya.
Saya masih teringat ketika dulu sering berdiskusi di teras rumahnya sambil mendengarkan beberapa koleksi musik kegemarannya. Mulai dari hal-hal yg remeh temeh, politik hingga ke hal-hal yg transenden seperti Tuhan beserta agama-agama yg diusung para pengikutnya.
Namun kini ada yg berbeda dengan dirinya. Ia datang ke Jogja bersama istrinya yg baru, wah sungguh kaget saya mendengar bahwa ia telah bercerai dengan istri pertamanya. Padahal kami sangat dekat dan sudah seperti keluarga, karena kakak dari istri pertamanya  merupakan satu band dengan kami. Tapi saya enggan menanyakan apa sebabnya karena itu hal yg privasi menurut saya, walaupun dulu kami sudah sering saling bercerita panjang-lebar tentang hidup masing-masing. Mungkin juga karena ada satu wajah asing yg saya belum begitu akrab denganku hingga agak malas juga saya membahasnya.
Saya senang sekali karena dia membawa kedua anak lelakinya serta. Sudah lama saya tak bercengkrama dengan kedua anak ini yg kerap memanggil dengan sebutan Om danny, hahahaha merasa tua juga ya dipanggil om :P
Rupanya sudah tumbuh besar anak yg pertama. Kini sudah hampir sebahu saya, padahal masih sekolah dasar...hmm rupanya pertumbuhan anak sekarang begitu cepatnya seiring dengan kemajuan jaman ini. Padahal dulu beberapa tahun yg lalu sebelum saya memutuskan pindah ke kota ini anak itu masih kecil dan lucu-lucu menggemaskan.
Si anak bercerita dengan penuh semangat kepada saya bahwa dia sudah bisa memainkan gitar bahkan sudah memiliki gitar pribadi seperti papanya, wah...wah buah jatuh ga jauh dari pohonnya pikirku. Kegemaran musiknya pun sama dengan papanya. Sama-sama cadas bro.....
"Gile lu bro, anak lu kaga jauh beda sama lu" ujarku kepadanya.
"Wah sekarang sudah bisa main Van Hallen, GNR dan Deep Purple Dan..."
Anjriiit pikirku, emang kebiasaan yg saya tahu sejak dulu si anak sering memperhatikan papanya saat bermain gitar bahkan sering ikut nongkrong dengan kami di depan teras rumah, ternyata mempengaruhi selera musik si anak juga.
Saya jadi ingat pernah membaca hal tentang selera musik yg berhubungan kepribadian. Selera musik dengan kepribadian seseorang memang bisa dikaitkan erat atau bisa disebut selera musik membentuk kepribadian seseorang. Jika sejak kecil si anak sudah seringkali dicekoki musik yg hampir sama setiap hari oleh orangtuanya, maka kemungkinan besar akan berdampak pada selera musiknya pada saat ia tumbuh berkembang, contohnya seperti anak dari sahabat saya ini. Lain hal ketika kita orang dewasa, kita dapat memilih sendiri jenis musik yang kita sukai seperti Klasik, Pop, Jazz, Country, Rock, Metal, Dangdut, Disco. Kita akan menikmati suasana musik tersebut bila diperdengarkan sesuai suasana yg kita rasakan saat itu.
Bicara mengenai selera musik pun tak terlepas dari suasana kondisi psikologis si pendengar. Jika suasana hati sedang sedih seringkali kita mendengarkan musik-musik yg bernada melankolis, cenderung agak-agak mellow gitu. Menurut seorang teman, terkadang salah memilih playlist musik pun bisa merusak suasana hati. Mungkin anda pernah mengalaminya?
Tak lama setelah itu kami pun berjalan di antara pertokoan sepanjang jalan Malioboro sambil sesekali berhenti di salah satu lapak pedagang kaki lima. Setelah puas berbelanja kami pun memutuskan untuk makan di Oyot Godhong Resto yg terletak di lt.3 Mirota Batik. Sengaja saya memilih tempat agak di Pinggir supaya dapat menikmati lalu-lalang kendaraan di bawah sana. Ya, pemandangannya memang agak terbuka di atas gedung yg digunakan sebagai restoran ini. Setelah memesan makanan kami pun berbincang kembali diiringi suara gending gamelan yg terdengar sayup-sayup. Si Istri pun mulai membuka percakapan denganku.
"Malioboro kini sudah tak seindah dulu ya, Dan"
"Kenapa bisa begitu mba?" Tanyaku.
"Dulu sewaktu aku datang ke sini, yg aku menarik itu wisata budaya dan keseniannya. Koq sekarang malah wisata belanja ya?"
"Oh, mungkin karena dulu setahu saya kawasan ini semacam tempat melting pointnya para seniman dengan berbagai kalangan mba, menurut beberapa kawan sebelum kampus ISI dipindah ke pelosok selatan sana para mahasiswa seni itu suka berkumpul di kawasan ini mba, namun kini mungkin agak berkurang karena jaraknya juga lumayan dari tempat mereka belajar seni."
"Oh ya, what do you do for living?" tanyanya kepadaku.
"Apa saja mba, saya berkesenian sambil belajar banyak hal di kota ini"
Tak lama berselang pelayan pun datang menghampiri sambil membawakan makanan yg kami pesan. Tak lama setelah makan pun mereka pamit ingin kembali pulang.
Yaah, walau pun hanya sejenak berjumpa namun senang rasanya bila bertemu dengan seorang sahabat di tempat yg jauh dari segala kenangan akan masa lalu. Semoga masa yg akan datang lebih baik kawan, mungkin suatu saat nanti aku yg akan datang berkunjung ke kotamu. Selalu ada kesempatan bagi setiap Insan yg mau berusaha melakukan yg terbaik bagi hidupnya. Entah dengan jalan apa, satu hal yg saya catat di sini lakukanlah apa yg menjadi hasratmu dalam hidup ini, jika waktunya nanti pintu rezeki pun akan terbuka selama kamu masih mengerahkan segala daya dan upaya.
Mari wujudkan mimpi!!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar